EUROPE HISTORY


Martin Luther : 95 Dalil yang Merubah Sejarah Gereja Dunia

 

Oleh : Anggermeyla Berlian

 

 

 

Reformasi Gereja atau yang dapat disebut Reformasi Protestan, (karena dalam hal ini lahir sebuah aliran baru yaitu Protestan yang merupakan pecahan dari Katolik) - adalah suatu gerakan di mana suatu terdapat suatu pemisahan antara gereja dengan kekuasaan kepausan. Dapat juga dipahami sebagai sebuah gerakan dalam upaya perbaikan ajaran Gereja Katolik yang telah menyimpang. Terdapat beberapa hal yang mendasari gerakan ini terjadi, yaitu seperti di dalam bidang politik terdapat sikap otoriter gereja yang membatasi setiap pergerakan masyarakat Eropa. Perlawanan antara pihak gereja dengan negara di Eropa sering berkecamuk karena masyarakat Eropa menuntut untuk membatasi hak-hak istimewa kerajaan dan kepausan. Selain itu dalam bidang ekonomi misalnya, terdapat kesenjangan antara golongan atas dengan segala kemewahan yang didapatkan dari hasil pajak dan golongan bawah dengan segala kesengsaraan akibat tuntutan pajak serta pembatasan hak. Ini menimbulkan suatu pergerakan-pergerakan yang melatarbelakangi Reformasi Gereja. Tetapi terdapat satu faktor yang layak menjadi sorotan, yaitu penjualan indulgensi atau surat pengampunan dosa (dapat juga disebut surat aflat) yang dipelopori oleh Johann Tetzel demi membiayai pembangunan Basilika Santo Petrus. Surat ini nantinya akan dijual kepada pihak yang tidak mengikuti Perang Salib. Indugensi merupakan surat permohonan pengampunan dosa yang juga ditetapkan kepada roh-roh orang yang bersalah yang telah meninggal dan berada di tempat api penyucian.

 

Reformasi gereja diprakarsai oleh gerakan pembaharuan akal budi dan kelahiran kembali, yaitu Renaissance. Gerakan ini telah mendorong peradaban baru bagi Eropa yang ingin mengulangi sejarah kejayaan pada peradaban kuno seperti Yunani dan Romawi yang sangat maju dalam perkembangan intelektual dan seni. Renaissance serta Reformasi Gereja merupakan sebuah gerakan awal di Eropa bahkan dunia dalam hal sekularisme (pemisahan antara kekuasaan politik dengan agama) serta kebebasan dalam mengembangkan akal budi yang sudah lama terkubur dalam periode Dark Ages.

 

Para tokoh-tokoh bijaksana turut serta dalam pergerakan Reformasi Gereja ini, salah satunya adalah Martin Luther (1483-1546) yang merupakan anak dari keluarga petani Jerman. Martin Luther memperoleh pendidikan teologi serta filosofi di Universitas Erfurt. Ia kemudian mengabdikan dirinya sebagai salah satu pastor di biara. Martin Luther menjadi terkenal di saat ia mengkritik indulgensi yang dikeluarkan oleh Johann Tetzel, merupakan tokoh Imam dari Ordo Domikan. Johann Tetzel diangkat menjadi Komisaris Indulgensi pada 1517. Johann Tetzel dianggap sebagai “kambing hitam” dalam Reformasi Gereja. Kemudian ia mengurung diri di dalam Biara Ordo Domikan di Leipzig dan kemudian wafat di sana.

 

Martin Luther mengkritik Gereja terutama yang berkaitan dengan indulgensi, di mana ia memandang bahwa indulgensi hanya digunakan sebagai sarana pengumpulan dana yang diselimuti oleh doktrin agama di mana terdapat transaksi jual-beli sertifikat yang dipercaya dapat mengurangi hukuman atas dosa di api penyucian, dalam hal ini dapat ditekankan bahwa Martin Luther menyerang sosok Johann Tetzel. Martin Luther memiliki anggapan bahwa karena indulgensi, umat Kristen dijauhkan dari pertobatan sesungguhnya yang sejati karena lebih memilih untuk membeli indulgensi tersebut. Selain itu, surat pengampunan dosa diyakini menjauhkan umat Kristen dari tindakan menolong sesama yang kurang mampu karena memiliki indulgensi yang diyakini lebih “rohani”. Martin Luther mengutuk keras indulgensi yang dibuktikan dengan penulisan 95 dalil yang di pasang di pintu Gereja Wittenberg dengan bahasa Latin yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Martin Luther mengirim 95 dalil atau tesisnya dan sebuah surat kepada Albertus, Uskup Agung Mainz pada 31 Oktober 1517 (dapat dianggap sebagai Hari Reformasi).

 

Isi dari 95 dalil (dalam bahasa Indonesia) dapat dituliskan, seperti berikut,

1. Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus, ketika Ia mengucapkan “Bertobatlah”, dan seterusnya, menyatakan seluruh hidup orang-orang percaya harus diwarnai dengan pertobatan.

2. Kata ini tidak boleh dimengerti mengacu kepada hukuman sakramental; maksudnya, berkaitan dengan proses pengakuan dan pelepasan (dosa), yang diberikan imam-imam yang dilakukan di bawah pelayanan imam-imam.

3. Dan, pertobatan tidak hanya mengacu pada penyesalan batiniah; tidak, penyesalan batiniah semacam itu tidak ada artinya, kecuali secara lahiriah menghasilkan pendisiplinan diri terhadap keinginan daging.

4. Jadi, hukuman itu terus berlanjut selama ada kebencian pada diri sendiri - maksudnya, penyesalan batin yang sejati berlanjut: yaitu, sampai kita masuk ke dalam kerajaan Surga.

5. Paus tidak memiliki kekuatan maupun kuasa untuk mengampuni kesalahan apa pun, kecuali yang telah ia berikan dengan otoritasnya sendiri, atau oleh peraturan.

6. Paus tidak memiliki kuasa untuk mengampuni dosa apa pun, kecuali dengan menyatakan dan menjaminnya telah diampuni Allah; atau setidaknya ia dapat memberikan pengampunan pada kasus-kasus yang menjadi tanggung jawabnya, dalam kasus tersebut, jika kuasanya diremehkan, kesalahan akan tetap ada.

7. Allah tidak pernah mengampuni dosa apa pun, tanpa pada saat yang sama Dia menundukkan diri manusia itu, merendahkan diri dalam segala sesuatu, kepada otoritas imam, wakilnya.

8. Peraturan pengakuan dosa hanya dikenakan pada orang yang hidup dan tidak seharusnya dikenakan pada orang yang mati; menurut peraturan tersebut.

9. Oleh karena itu Roh Kudus berkarya dalam diri Paus melakukan hal yang baik bagi kita, sejauh dalam keputusannya, Paus selalu membuat perkecualian aturan tentang kematian dan nasib seseorang.

10. Imam-imam bertindak salah dan tanpa pengetahuan, jika dalam kasus orang yang sekarat, mengganti hukuman kanonik dengan api penyucian.

11. Benih ilalang tentang mengubah hukuman kanonik menjadi hukuman di api penyucian tampaknya tentu saja telah ditaburkan sementara para uskup tertidur.

12. Pada mulanya, hukuman kanonik dikenakan bukan sesudah, melainkan sebelum pengampunan, sebagai ujian untuk pertobatan mendalam yang sejati.

13. Orang yang sekarat melunasi semua hukuman dengan kematian, dianggap sudah mati sesuai hukum kanon dan mendapat hak dilepaskan dari hukum kanon.

14. Kebaikan atau kasih yang tidak sempurna dari orang yang sekarat pasti menyebabkan ketakutan yang besar; dan makin sedikit kebaikan atau kasihnya, semakin besar ketakutan yang diakibatkannya.

15. Rasa takut dan ngeri tersebut sudah cukup bagi dirinya sendiri, tanpa berbicara hal-hal lain, tanpa ditambah penderitaan di api penyucian karena hal itu sangat dekat dengan kengerian keputusasaan.

16. Neraka, api penyucian, dan Surga tampak berbeda seperti halnya keputusasaan, hampir putus asa, dan kedamaian pikiran itu berbeda.

17. Jiwa dalam api penyucian, tampaknya harus seperti ini: saat kengerian menghilang, kasih meningkat.

18. Namun, hal itu tampaknya tidak terbukti dengan penalaran apa pun atau ayat Alkitab mana pun, api penyucian berada di luar kebaikan seseorang atau meningkatnya kasih.

19. Hal itu juga tidak terbukti; bahwa jiwa dalam api penyucian yakin dan mantap dengan berkat mereka sendiri; mereka semua, bahkan jika kita bisa sangat yakin dengan hal tersebut.

20. Oleh karena itu Paus, ketika ia berbicara tentang pengampunan sepenuhnya dari semua hukuman, itu bukan sekadar bermakna semua dosa dari Paus, seseorang dibebaskan dan diselamatkan dari semua hukuman yang ia jatuhkan sendiri.

21. Jadi, para pengkhotbah pengampunan dosa, yang berkata bahwa dengan surat pengampunan dosa dari Paus, seseorang dibebaskan dan diselamatkan dari semua hukuman, melakukan kesalahan.

22. Sebab sesungguhnya ia tidak menghapuskan hukuman, yang harus mereka bayar dalam kehidupan sesuai dengan peraturan, bagi jiwa-jiwa di api penyucian.

23. Jika pengampunan sepenuhnya bagi semua hukuman bisa diberikan kepada seseorang, sudah tentu tidak akan diberikan kepada seorang pun kecuali orang yang paling sempurna - yaitu, kepada sangat sedikit orang.

24. Oleh karena itu sebagian besar orang pasti tertipu dengan janji pembebasan dari hukuman yang bersifat tidak pandang bulu dan sangat manis itu.

25. Kekuasaan seperti itu dimiliki Paus atas api penyucian secara umum, seperti halnya dimiliki setiap uskup di keuskupannya dan setiap imam di jemaatnya sendiri, secara khusus.

26. Paus bertindak dengan benar dengan memberikan pengampunan dosa kepada jiwa-jiwa, bukan dengan kekuasaan kunci-kunci (yang tak ada gunanya dalam hal ini), melainkan dengan doa syafaat.

27. Orang yang berkata bahwa jiwa seseorang terlepas dari api penyucian segera setelah uang dimasukkan ke dalam peti yang menimbulkan bunyi gemerencing, berkhotbahlah dengan gila.

28. Sudah tentu, ketika uang yang dimasukkan dalam peti menimbulkan bunyi gemerencing, ketamakan, dan keuntungan mungkin meningkat, tetapi doa syafaat gereja tergantung pada kehendak Allah semata-mata.

29. Siapa tahu apakah semua jiwa di api penyucian ingin dibebaskan darinya atau tidak, sesuai dengan cerita yang dikisahkan tentang Santo Severinus dan Paschal?.

30. Tidak ada seorang pun yang yakin tentang realita perasaan berdosanya sendiri, terlebih-lebih pencapaian pengampunan dosa seluruhnya.

31. Seperti halnya petobat sejati itu jarang, demikian juga orang yang sungguh-sungguh membeli surat pengampunan dosa itu jarang - maksudnya, sangat jarang.

32. Orang yang percaya bahwa, melalui surat pengampunan dosa, mereka dijamin mendapatkan keselamatan mereka, akan dihukum secara kekal bersama dengan guru-guru mereka.

33. Kita harus secara khusus berhati-hati terhadap orang yang berkata bahwa surat pengampunan dari Paus ini merupakan karunia Allah yang tak ternilai harganya, yang menyebabkan seseorang diperdamaikan dengan Allah.

34. Sebab kasih karunia yang disalurkan melalui pengampunan ini hanya berkaitan dengan hukuman untuk memenuhi hal-hal yang bersifat sakramen, yang ditentukan oleh manusia.

35. Orang yang mengajar bahwa penyesalan yang mendalam itu tidak diperlukan oleh orang-orang yang membeli jiwa-jiwa keluar dari api penyucian atau membeli lisensi pengakuan, tidak mengkhotbahkan doktrin Kristen.

36. Setiap orang Kristen yang merasakan penyesalan yang sejati akan mendapatkan pengampunan dosa seluruhnya yang sejati dari penderitaan dan rasa bersalah, bahkan meskipun tanpa surat pengampunan dosa.

37. Setiap orang Kristen sejati, entah yang hidup atau yang mati, mendapatkan bagian dalam semua berkat Kristus dan gereja yang diberikan kepadanya oleh Allah meskipun tanpa surat pengampunan dosa.

38. Namun, pengampunan dosa, yang dilakukan oleh Paus, tidak boleh dipandang rendah dengan cara apa pun sebab pengampunan, seperti saya katakan, merupakan pernyataan pengampunan dosa dari Allah.

39. Menekankan dampak pengampunan dosa yang besar dan pada saat yang sama menekankan pentingnya penyesalan yang sejati di mata orang-orang, merupakan hal yang paling sulit, bahkan juga untuk teolog yang paling terpelajar sekalipun.

40. Penyesalan yang sejati mendambakan dan mencintai hukuman, sementara hadiah pengampunan dosa menjadikan lega dan membuat manusia membencinya, atau paling tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk membencinya.

41. Pengampunan dosa apostolikharus dinyatakan dengan penuh hati-hati, jika menduga hal itu diletakkan pada perbuatan baik kasih lainnya.

42. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa Paus tidak pernah berpikir bahwa pembelian surat pengampunan dosa dalam cara apa pun bisa dibandingkan dengan karya kasih karunia.

43. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa orang yang memberi kepada orang  miskin, atau memberi pinjaman kepada orang yang kekurangan, berbuat lebih baik daripada jika ia membeli surat pengampunan dosa.

44. Karena melalui kasih, kasih meningkat, dan manusia menjadi lebih baik; sementara melalui surat pengampunan dosa, ia tidak menjadi lebih baik, tetapi hanya lebih bebas dari hukuman.

45. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa orang yang memandang seseorang yang kekurangan dan melewatinya, memberikan uang untuk mendapatkan penghapusan dosa, tidak sedang membeli surat pengampunan dosa dari Paus untuk dirinya sendiri, tetapi murka Allah.

46. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa, kecuali mereka memiliki kekayaan yang berlimpah, mereka terikat untuk melakukan hal yang perlu untuk dipakai bagi keperluan rumah tangga mereka sendiri dan dengan cara apa pun tidak boleh menghamburkan untuk mendapat surat pengampunan.

47. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa, meskipun mereka bebas untuk membeli surat pengampunan dosa, mereka tidak diwajibkan untuk melakukannya.

48. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa Paus, dalam memberikan pengampunan, memiliki kebutuhan lebih banyak dan keinginan lebih banyak agar doa yang tekun dinaikkan baginya, daripada uang yang sudah siap untuk dibayarkan.

49. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa pengampunan dari Paus itu berguna, jika mereka tidak meletakkan kepercayaan mereka penyucian; tetapi paling berbahaya, jika melaluinya mereka kehilangan rasa takut mereka kepada Allah.

50. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa, jika Paus mengetahui tuntutan para pengkhotbah pengampunan dosa, ia akan lebih menyukai jika Basilika St. Petrus dibakar sampai menjadi abu, daripada dibangun dengan kulit, daging, dan tulang domba-dombanya.

51. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa, seperti halnya merupakan suatu kewajiban, demikian juga itu merupakan harapan Paus yang jika perlu menjual Balika St. Petrus dan memberikan uangnya sendiri kepada banyak orang, yang darinya para pengkhotbah pengampunan dosa menarik uang.

52. Sia-sialan harapan untuk mendapatkan keselamatan melalui surat-surat pengampunan dosa, bahkan sekalipun itu komisaris, tidak, bahkan Paus sendiri - harus menjanjikan jiwanya sendiri bagi mereka.

53. Orang yang, demi memberitakan pengampunan dosa, mengutuk firman Allah untuk merendahkan ketenangan di gereja lainnya, adalah musuh Kristus dan Paus.

54. Kesalahan dilakukan terhadap firman Allah jika, dalam khotbah yang sama, waktu yang sama atau lebih lama dihabiskan untuk membahas surat pengampunan daripada untuk membahas firman Allah.

55. Menurut pikiran Paus jika surat pengampunan, yang merupakan masalah yang sangat kecil, dirayakan dengan satu bel, satu prosesi, dan satu seremoni; Injil, yang merupakan masalah yang sangat besar, seharusnya diberitakan dengan ratusan bel, ratusan prosesi, dan ratusan seremoni.

56. Kekayaan gereja yang menyebabkan Paus mengeluarkan surat pengampunan dosa, tidak cukup didiskusikan atau dikenal di antara umat Kristus.

57. Tampak jelas bahwa kekayaan tersebut bukanlah kekayaan sementara; sebab kekayaan tersebut tidak untuk dibagikan secara gratis, tetapi hanya ditimbun oleh banyak pengkhotbah surat pengampunan dosa.

58. Kekayaan itu juga bukan kebaikan Kristus dan para Rasul; sebab tanpa peran Paus, kebaikan selalu menghasilkan kasih karunia kepada manusia rohani; dan salib, kematian, dan neraka bagi manusia lahiriah.

59. St. Lawrence berkata bahwa harta benda gereja adalah orang-orang miskin di gereja, tetapi ia berbicara menurut penggunaan kata itu pada zamannya.

60. Kami tidak tergesa-gesa berbicara jika kami berkata bahwa kunci gereja, yang diserahkan melalui kebaikan Kristus, adalah kekayaan itu.

61. Sangat jelas bahwa kuasa Paus pada hakikatnya sudah memadahi untuk mengampuni hukuman dan kasus-kasus yang khusus diberikan padanya.

62. Kekayaan gereja yang sejati adalah Injil Kudus dari kemuliaan dan kasih karunia Allah.

63. Namun, kekayaan itu paling dibenci karena membuat orang yang pertama menjadi yang terkemudian.

64. Sementara kekayaan surat pengampunan dosa paling diterima karena membuat yang terakhir menjadi yang pertama.

65. Oleh karena itu kekayaan Injil adalah jala, yang pada mulanya digunakan intuk menjala orang kaya.

66. Kekayaan surat pengampunan dosa adalah jala yang sekarang digunakan untuk menjala kekayaan orang.

67. Surat pengampunan dosa, yang dipromosikan secara jelas oleh para pengkhotbah sebagai kasih karunia terbesar, dipandang sungguh-sungguh seperti itu sepanjang berkaitan dengan meningkatnya keuntungan.

68. Namun, dalam kenyataan, surat itu tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kasih karunia Allah dan kesalehan karena salib.

69. Uskup dan imam terikat untuk menerima komisaris kepausan yang mengurusi surat pengampunan dengan segala kehormatannya.

70. Namun, mereka masih terikat untuk melihatnya dengan segenap mata mereka dan memerhatikan dengan segenap telinga mereka supaya orang-orang ini tidak mengkhotbahkan keinginan mereka sendiri, namun mengkhotbahkan apa yang diperintahkan oleh Paus.

71. Biarlah orang yang berbicara menentang kebenaran surat pengampunan dosa Paus terkucil dan terkutuk.

72. Namun, pada sisi lain, orang yang mengeluarkan segenap kemampuannya untuk menentang hawa nafsu dan penyelewengan kebebasan para pengkhotbah pengampunan, biarlah ia diberkati.

73. Seperti halnya Paus secara adil menghardik orang yang menggunakan berbagai cara untuk merusak perdagangan surat pengampunan.

74. Terlebih-lebih jika ia menghardik orang yang, dengan dalih surat pengampunan, menggunakannya sebagai alasan untuk merusak kasih kudus dan kebenaran.

75. Berpikir bahwa surat pengampunan Paus memiliki kuasa sedemikian sehingga mereka bisa membebaskan manusia bahkan jiwa - meskipun itu tidak mungkin - ia telah bersalah kepada Bunda Allah, merupakan kegilaan.

76. Sebaliknya, kami meneguhkan bahwa surat pengampunan Paus tidak bisa menghapuskan dosa paling remeh sekalipun, sepanjang hal itu terkait dengan kesalahannya.

77. Ungkapan yang mengatakan bahwa seandainya St. Petrus menjadi Paus sekarang, ia tidak bisa memberikan kasih karunia yang lebih besar, merupakan penghujatan kepada St. Petrus dan Paus.

78. Kami sebaliknya meneguhkan bahwa Paus saat ini atau Paus lainn mana pun memiliki kasih karunia yang lebih besar yang dapat digunakan menurut kehendaknya - yaitu, Injil, kuasa, karunia kesembuhan, dan sebagaimana tertulis (1 Korintus XII.9.).

79. Mengatakan bahwa salib yang dihiasi panj-panji kepausan memiliki kuasa yang sama dengan salib Kristus, merupakan penghujatan.

80. Uskup, imam, dan teolog yang mengizinkan khotbah semacam itu beredar di antara umat, harus memberikan pertanggung-jawaban.

81. Khotbah mengenai surat pengampunan dosa yang tidak terkontrol bukanlah hal yang mudah, bahkan juga bagi orang terpelajar, tidak bisa menyelamatkan Paus dari fitnah, atau, dalam semua peristiwa, pertanyaan kritis kaumawam.

82. Misalnya: “Mengapa Paus tidak mengosongkan api penyucian demi kasih yang paling kudus, dan kebutuhan jiwayang mendesak - ini menjadi yang paling benar dari semua alasan - jika ia menebus jumlah jiwa yang tidak terbatas demi hal yang paling hina, uang, untuk digunakan membangun Basilika - ini menjadi alasan yang paling sepele?”.

83. Sekali lagi: “Mengapa misa penguburan dan misa peringatan hari kematian masih berlanjut, dan mengapa Paus tidak mengembalikan, atau mengizinkan penarikan dana yang diwariskan untuk tujuan ini; karena hal ini merupakan kesalahan untuk berdoa bagi orang-orang yang sudah ditebus?”.

84. Sekali lagi: “Apakah karena kesalehan yang baru kepada Allah dan Paus, maksudnya, demi uang, pejabat gereja mengizinkan orang yang tidak beriman dan musuh Allah untuk menebus jiwa-jiwa yang saleh dan mengasihi Allah dari api pencucian, namun tidak menebus jiwa yang saleh dan terkasih itu, berdasrkan kasih yang cuma-cuma, demi kebutuhannya jiwa-jiwa itu sendiri?”.

85. Sekali lagi: “Mengapa peraturan tentang penyesalan dosa, yang sudah lama dihapuskan dan mati dalam kenyataannya karena tidak digunakan, sekarang dipatuhi lagi dengan memberikan surat pengampunan dosa, seolah-olah peraturan-peraturan tersebut masih hidup dan berlaku?”.

86. Sekali lagi: “Mengapa Paus, yang kekayaannya saat ini jauh lebih bayak daripada orang yang paling kaya diantara orang kaya, tidak membangun Basilika St. Petrus dengan uangnya sendiri, sebaliknya dengan uang dari orang-orang percaya yang miskin?”.

87. Sekali lagi: “Apa yang diampuni atau dianugerahkan Paus kepada orang-orang yang dengan penyesalan yang dalam dan sempurna, memiliki hak untuk mendapatkan pengampunan dan berkat yang sempurna?”.

88. Sekali lagi: “Berkat yang lebih besar apakah yang akan diterima gereja jika Paus, tidak satu kali, seperti yang ia lakukan sekarang, memberikan pengampunan dosa dan berkat seratus kali sehari kepada setiap orang yang setia dalam iman?”.

89. Oleh karena keselamatan jiwa, bukannya uang, yang dicari Paus melalui surat pengampunannya, mengapa ia menunda surat-surat dan pengampunan dosa yang diberikan sejak lama karena keduanya sama-sama manjur?”.

90. Untuk menindas keberatan dan argumen kaum awam dengan kekuatan semata-mata dan tidak menyelesaikannya dengan memberi kesempatan kepada gereja dan Paus untuk dicemooh musuh-musuh mereka dan membuat orang-orang Kristen tidak senang.

91. Jika, kemudian, pengampunan dikhotbahkan sesuai semangat dan pikiran Paus, semua pertanyaan ini akan diselesaikan dengan mudah - tidak, bahkan tidak ada.

92. Jadi, menyingkirlah, semua nabi yang berkata kepada umat Kristus, “Damai, damai,” dan tidak ada damai!.

93. Diberkatilah semua nabi yang berkata kepada umat Kristus, “Salib, salib,” dan tidak ada salib!.

94. Orang-orang Kristen harus dinasehati untuk setia mengikuti Kristus Sang Kepala mereka melalui penderitaan, kematian, dan neraka.

95. Dan dengan demikian yakin untuk memasuki surga melalui penganiayaan, bukannya melalui damai sejahtera yang palsu.

 

Dari 95 dalil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hanya dengan pertobatan yang sejati dan dilandaskan kasih Allah Bapa-lah yang dapat membawa umat manusia selamat dari kekalnya api Neraka. Pertobatan tidak dapat diwakili oleh perantara kertas ataupun benda lainnya karena yang dapat menyelamatkan kita adalah iman kita sendiri. Dalil tersebut jelas-jelas mengkritik bagaimana indulgensi digunakan sebagai embel-embel pengampunan dosa. Maka, Paus membalas perlawanan Martin Luther dengan mengeluarkan dekrit yang memerintahkan Martin Luther untuk mengakui kesalahan dan perbuatannya dalam 60 hari atau dikucilkan. Martin Luther tidak menerima dan kemudian membakar dekrit tersebut di alun-alun pasar Wittenberg yang disaksikan oleh pelajar dan penduduk Jerman. Kemudian Martin Luther dibawa ke Diet of Worms (Majelis Para Pangeran dan Pejabat Tinggi Eklesiastikal di Worms). Tetapi Martin Luther diamankan oleh kawan-kawannya ke Kastil Wartburg. Di sana Martin Luther menerjemahkan Injil berbahasa Latin ke bahasa Jerman. Doktrin atau ajaran Martin Luther menyebar hingga sampai ke Skandinavia dan Swiss.

 

Sebenarnya, sebelum gerakan reformasi yang dipelopori Martin Luther terdapat gerakan lain yang telah dilakukan dalam upaya kritik terhadap gereja. Gerakan tersebut seperti Waldensia di Italia Selatan dan Keltik di Skotlandia. Selain Martin Luther, juga ada beberapa tokoh yang memprakarsai gerakan Reformasi Gereja seperti John Calvin yang berasal dari Prancis (1509-1564). Calvin menerbitkan buku yang berisi tentang prinsip teologi Protestan yang berjudul Institute of The Christian Religion. Ia melahirkan aliran denominasi gereja baru berupa Calvinisme yang dinilai lebih radikal dari Protestan yang dipelopori oleh Martin Luther. Kemudian juga diprakarsai oleh Bodin pada 1530-1596.

 

Sementara Reformasi Gereja di Inggris dipelopori oleh Henry VIII dari Inggris. Ia menentang kehendak Paus yang tidak mengizinkannya bercerai dengan permaisurinya, Catherine of Aragon yang merupakan permaisuri dari Raja Arthur, kakak dari Henry VIII. Ia menikahi Catherine karena 5 bulan kemudian, Raja Arthur wafat dan alasan lain yaitu karena ingin menyatukan kerajaan Eropa (Inggris dengan Aragon). Alasan Henry VIII ingin menceraikan Catherine karena dia tidak dapat memperoleh keturunan laki-laki dari permaisurinya. Henry VIII juga percaya pada salah satu kutipan Alkitab dalam Imamat 18 : 16 yang berbunyi “Jangan kau singkapkan aurat isteri saudaramu laki-laki, karena itu hak saudara laki-laki”. Henry VIII percaya bahwa ini hukuman Tuhan karena ia menikahi istri dari kakaknya sendiri dan ia tidak akan pernah mendapatkan keturunan laki-laki untuk mewarisi tahtanya seperti yang tertera dalam Imamat 20 : 21 yang berbunyi “Bila seorang laki-laki mengambil isteri saudaranya, itu suatu kecemaran, karena ia melanggar hak saudaranya laki-laki, dan mereka tidak akan beranak”. Kemudian ia mengajukan perceraian dengan bantuan pengadilan Inggris (karena di dalam agama Kristen “apa yang sudah disatukan Tuhan tidak bisa diceraikan” dan Paus menentang perceraian Henry VIII). Akhirnya Henry VIII resmi bercerai dan kemudian menikahi Anne Boleyn dan kemudian menetapkan hukum untuk menghapus otoritas Paus di Inggris, seperti pada sebuah Undang-Undang Supremasi pada 1534 yang menyatakan bahwa Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dari Gereja Inggris.

 

Reformasi Gereja memiliki dampak yang cukup signifikan dalam bidang sosio-politik seperti munculnya negara-negara nasional berskala kecil tanpa memiliki pusat kekuasaan serta menumbuhkan benih demokratis atas dasar kebebasan hak individu yang meluas. Kemudian munculnya sekte-sekte Protestan baru seperti Lutheranisme, Calvinisme, Anglicanisme, Quakerisme, dan Katholikisme. Di antara semua sekte ini, sebenarnya dalam hal peribadatan hampir sama. Hal ini menggantikan otoritas Paus atau Dewan Gereja dengan menggantikan Injil sebagai pusat otoritas Gereja.

 

Kesimpulan

Salah satu faktor penyebab kepelbagaian gereja adalah adanya sengketa dalam tubuh gereja yang berujung pada suatu pemisahan sehingga melahirkan gereja dengan aliran baru. Setiap agama baru, lahir dari sebuah kritikan, seperti Protestan yang lahir sebagai kritik terhadap Katolik. Hal ini didasarkan karena pemikiran dan persepsi pandangan yang berbeda-beda di antara manusia dengan sifat manusiawinya. Namun, semakin berkembangnya suatu peradaban kini agama menjadi bersifat tertutup terhadap kritik.

 


Sumber Referensi

Buku Katekisasi : SIDI (Pengakuan Percaya) & Baptis Dewasa. Gereja Kristen Jawa Wates

 

Hutton Webster, Ph.D. (1921). World History : Sejarah Dunia Lengkap. Yogyakarta

 

Wahjudi Djaja. (2020). Sejarah Eropa : Dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern. Yogyakarta


Sumber video dan gambar : koleksi pribadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ADOLF HITLER DAN PERANG DUNIA KEDUA

PROHIBITION DI AMERIKA SERIKAT